Jumat, 17 Februari 2012


 MY IDIOT BROTHER 

setelah sukses dengan kisah cerita pendeknya kini my idiot brother hadir dalam versi novel sebelum rilis versi the movienya
buat yang mau baca cerpennya ini
Tentang Kehidupanku
Ketika tidak ada lagi cara untuk mencari kebahagiaan, maka kita hanya memiliki satu pilihan yaitu mengorbankan apa yang kita sebut kebencian, sebab hanya dengan itulah kebahagiaan dapat kita temukan
Agnes Davonar

Pada suatu pagi…
Dalam mimpiku, aku bertemu dengan seorang pangeran tampan yang sedang menawarkan bunga kepadaku. Aku tidak ingat siapa nama pangeran itu, tapi sekilas aku pernah melihatnya ketika pulang sekolah. Dan di saat aku sedang mencoba menerima bunga itu, tiba-tiba mimpiku langsung rusak oleh suara ketukan pintu kamarku, lalu pangeran itu menghilang seiring aku terbangun dari mimpiku. Seharusnya seperti biasa, aku selalu ingat untuk mengunci kamarku dengan baik dan mengingatkan sebuah tulisan di kertas yang tertulis rapi di depan pintu kamarku.
JANGAN BANGUNIN GUE SAMPAI GUE PUAS TIDUR!!
Tapi sepertinya tulisan itu tidak ada artinya, ada saja gangguan seseorang yang  membuatku langsung naik darah.
“Adik… Adik… bangun… bangun… sudah pagi…”
Dengan terpatah-patah suara kakakku membangunkanku.
Mendengar suara itu, aku langsung menutup kedua telingaku rapat-rapat dengan bantal di wajahku. Tapi semakin aku tutup telingaku, semakin kuat terdengar teriakan itu dan aku pun menyerah, kemudian melompat dari ranjangku lalu mendekati pintu dengan keadaan rambut sebahuku yang berantakan. Dengan emosi, aku membuka pintu dan terlihatlah sosok kakakku yang sedang membawa segelas susu dengan wajah bodohnya yang penuh senyum.
“Adik sudah bangun? Ini susu… minum…”
“Dasar idiot! Loe bisa baca gak sih tulisan ini?” kataku sambil menunjuk ke pintu kamarku.
Kakakku memutar bola matanya dan menaikkan kepalanya membaca tulisan itu dengan perlahan dari mulutnya. Tak ketinggalan ciri khas kepalanya yang suka mengangguk-ngangguk naik-turun seperti boneka hewan dengan leher kawat behel  yang sering dijadikan penghias di mobil.
“Apa perlu gue tulis sepuluh tempelan biar loe ngerti gak usah bangunin gue?!” teriakku emosi dan gemas.
Kakakku terdiam dan berkata, “Tapi sudah pagi, Adik harus sekolah…”
“Sebodo amat, pergi!!” teriakku sambil menutup pintu dengan kencang. Kakakku terkejut sampai menutup matanya. Ia berjalan turun melewati tangga menuju dapur dengan langkahnya yang perlahan.
***


Nama kakakku, Hendra.
Umurnya lima tahun di atasku. Ia bertubuh sedikit gemuk sedangkan tinggiku hanya sepundaknya. Walau ia memiliki tubuh sempurna seperti orang normal lainnya, tapi dia memiliki penyakit yang  bernama Down Syndrom. Penyakit yang membuat pikirannya walau sudah berusia  delapan belas tahun tapi berpola pikir mundur  sepuluh tahun. Secara matematika, sekarang ini dia seperti anak baru berusia  delapan tahun saja. Kami hanya dua bersaudara dengan Ayah yang bekerja di pertambangan laut lepas dan ia hanya pulang setiap  tiga sampai  enam bulan sekali sedangkan Ibu hanya seorang ibu rumah tangga biasa. Seluruh waktunya dipakai sepenuhnya hanya untuk kami.
Kakakku turun ke dapur saat Ibu sedang menyiapkan makan pagi berupa telur mata sapi dan mie goreng.
“Adik pemalasmu belum bangun, Kak?”
“Adik tidur… dia masih tidur… ini susu, dia tidak mau…”
“Dasar anak pemalas!” kata ibuku sambil menaruh piring di meja dapur dan beranjak pergi ke kamarku yang terletak di atas lantai dua.
Aku tahu, akan bahaya kalau sampai Ibu yang membangunkan aku. Belajar dari pengalaman jauh dari hari-hari sebelumnya. Kalau Ibu marah, ia akan mengurangi  lima puluh persen uang jajanku. Kalau itu terjadi, hidupku dalam bahaya. Bagaimana aku harus membeli alat-alat kecantikan? Bagaimana aku harus membeli boneka-boneka yang aku suka? Aku bisa rasakan derap langkah kaki Ibu yang menuju kamar dan langsung saja aku melompat dari ranjangku menuju meja dandanku, merapikan rambutku dengan sisir. Tentu saja itu hanya sandiwara untuk mengelabui Ibu!!
Ibu yang kesal langsung membuka pintu dengan kunci cadangan yang dimilikinya, dan kunci itulah satu-satunya cara ia bisa masuk ke kamarku ketika aku menguncinya. Saat membuka pintu, sebelum sempat  berteriak, tiba-tiba Ibu menahan suaranya. Aku melihat  Ibu dengan tatapan tajam menutupi rasa kantukku.
“Kenapa, Bu?” tanyaku.
“Gak apa apa, makan pagi sudah siap, cepat makan dan berangkat ke sekolah!” kata Ibu.
“Please deh. Jangan bikin kaget orang hanya untuk makan pagi, Angel udah gede. Bisa bangun sendiri, gak usah suruh Kakak bangunin,”  gumamku kesal.
“Sudah gede kepalamu! Kalau kakakmu gak bangunin, kamu pasti akan terlambat sekolah,” kata ibuku lebih kesal.
Aku mengoceh sendiri  di depan cermin mengikuti gerak bibir Ibu yang cerewet sambil meledeknya. Karena kesal,  ibuku hanya bisa pergi dengan menutup pintu lalu meninggalkanku.
Beginilah hidupku setiap paginya, harus berjuang bangun pagi untuk sekolah. Makan pagi semeja bersama seorang kakak bodoh  yang makan saja harus berantakan kemana-mana seperti  balita yang baru belajar makan. Tapi yang aku heran, kenapa ibuku bisa bertahan dan sabar menghadapi kakakku yang aneh ini ya? Kadang aku berpikir, mengapa kakakku bisa menjadi cacat seperti ini ya?
Dalam keluargaku, aku ini baik-baik saja,  Ibu juga baik-baik saja, begitu pula dengan ayahku. Sempurna.
Karena penasaran, aku pernah mendengar dari bibiku bahwa dulu Ibu harus berjuang lima tahun lamanya menunggu kelahiranku sampai merasa kakakku sudah cukup besar. Kakakku itu sebenarnya terlahir normal, tapi pada saat berusia beberapa bulan tiba-tiba ia terserang demam tinggi yang akhirnya membuat beberapa bagian organ otaknya mengalami kerusakan karena kekurangan oksigen.
Beruntung ia dapat selamat dan bertahan hidup, tapi akhirnya ia jadi seperti sekarang ini. Ia hidup dengan keterbelakangan mental. Ia seperti orang bodoh yang kalau ngomong saja terpatah-patah dan membosankan. Ayah pasti bersedih ketika tahu kakakku divonis terkena penyakit down syndrome. Mereka terpukul tapi tidak melupakan tugas mereka sebagai orang tua yang baik.
Melahirkanku adalah salah satu cara mereka percaya bahwa aku bisa menjadi cahaya dalam keluarga kecil mereka. Tapi aku merasa, aku ini dimanfaatkan oleh ibuku sebagai perawat kakakku saja. Ibu sering mengajariku untuk sayang dan peduli pada kakakku. Tapi aku justru merasa, kakakku ini beban dalam hidupku. Beban yang membuat aku malu dan sulit percaya kalau keluarga kami ini sempurna. Sekeras apapun aku berpikir, aku merasa ini tak adil. Mengapa Tuhan memberikan takdir kami seperti ini?
Sampai detik ini, aku tetap tidak mendapatkan jawaban selain harus menerima nasibku seperti ini.
***
Sebenarnya  aku merasa hubungan aku dan kakakku baik-baik saja. Sewaktu kecil kami selalu bermain bersama. Kakakku itu sudah lulus dari sekolah luar biasa setahun yang lalu, tepatnya ketika aku sudah duduk di Sekolah Menengah Pertama. Kami pindah rumah dan tinggal di rumah yang lebih besar dari sebelumnya. Mungkin kepindahan rumah ini memang sengaja diatur saat kakakku sudah lulus sekolah sehingga Ibu tidak perlu repot pulang ke rumah yang tak jauh dari sekolah kakakku.
Rumah baruku  terdiri dari lingkungan baru dan sekolah baru untukku. Aku merasa tersanjung untuk diriku tapi menyadari betapa malangnya nasibku. Karena ternyata demi kakakku, aku harus mengorbankan sekolah duluku yang biasa-biasa saja. Dulu, teman-temanku selalu berpikir kalau kakakku itu lucu dan aku sedikit bangga karena itu. Tapi sekarang? Tidak!
Mereka adalah teman-teman sekolah dasarku yang selalu bermain di rumah bersama kakakku tentunya. Walau kakakku ini idiot, tapi dia ini pandai berhitung. Dia tidak akan salah kalau menghitung sejumlah uang monopoli, satu-satunya permainan yang ia sukai. Aku rasa mereka datang bukan karena menyukai bermain bersama aku tapi karena Ibu selalu memanjakan kakakku. Ia bisa membeli apa saja makanan yang ia suka dan ketika teman-temanku pulang, mereka akan selalu mengapit roti ataupun permen sebagai hadiah bermain.
Dasar ibuku, ia tidak pernah adil terhadapku! Ia hanya akan memberikan apa yang aku suka asal kakakku juga suka. Karena hal itu, aku sering marah-marah. Tapi Ibu seperti biasa selalu berkata,“Temani dan bermainlah bersama kakakmu, baru Ibu belikan yang kamu mau!”
“Ibu kejam sekali, Ibu sogok Angel ya?”
“Untuk  apa Ibu sogok kamu? Ibu hanya ingin ajarkan kamu bagaimana sulitnya mencari uang.”
“Mencari uang dengan bermain sama kakakku yang idiot itu? Emangnya Angel ini babysitter??”
Kalau aku sudah bicara begitu, bersiap-siaplah kepalaku merasakan jitakan khas ibuku yang bisa membuat kepalaku benjol karena emosinya.
Kalau sudah begitu, aku merasa hidup ini tidak adil. Akhirnya aku harus merelakan waktuku hanya demi untuk mendapatkan uang saku dengan bermain bersama kakakku. Untungnya, kakakku itu tidak begitu banyak merepotkan seperti anak bayi. Ia bisa melakukan apa saja. Ia tidak pernah tersesat bila pergi membeli makanan di warung tetangga atau supermarket terdekat. Ia bisa makan sendiri walau terkadang berantakan seperti seekor kucing yang sedang makan lahap. Dan yang terpenting, aku tak perlu membantu dia untuk membersihkan diri setelah usai buang air besar. Konon kalau aku tak salah ingat, ia baru mampu membersihkan dirinya sehabis buang air besar setelah ia berusia 15 tahun, aneh sekali.
Memang sih, terkadang aku merasa kasihan pada Ibu. Ia menghabiskan sebagian sisa waktunya hanya untuk menjaga kakakku. Baru akhir-akhir ini saja ia mulai merasa lega, setelah aku cukup besar dan bisa menjadi penggantinya. Ia mulai sering pergi ke salon untuk mempercantik diri. Ia juga aktif mengikuti arisan bersama teman-teman lamanya. Kalau sudah begitu, antara senang dan tidak, aku jadi perawat kakakku demi mendapatkan uang saku tambahan. Tapi di di sisi lain, aku merasa seperti pembantu saja.
Ayah kami seorang pria yang bertanggung jawab. Walau hanya seminggu pulang setelah bekerja  tiga sampai  enam bulan di laut lepas untuk mencari uang, ia selalu mengajak kami pergi bermain bersama saat berkumpul dalam waktu singkat itu. Ayah sangat sayang pada kakakku, ia menerima segala keadaan dan cobaan yang terjadi. Konon menurut Ibu, pangkat Ayah naik setelah kakakku lahir. Percaya tak percaya, tapi keadaan ekonomi kami membaik seiring pangkat Ayah yang naik hingga keluarga kami mampu membangun rumah baru yang lebih baik dari rumah sebelumnya.
Ayah juga tidak sepelit ibuku. Kalau ia sudah pulang, tanpa banyak basa-basi, aku tinggal sebutkan apa yang aku mau lalu ia akan membelikannya. Ibuku kadang suka marah karena merasa Ayah telah memanjakanku. Karena selama ini ia mendidikku untuk selalu bekerja agar dapat apa yang aku mau. Kalau dipikir-pikir, aku ini seperti bukan anak ibuku saja. Asal kakakku ingin ini dan itu, Ibu langsung memberikan tanpa tedeng aling-aling. Kalau aku yang mau, ya… siap-siap mendengar siaran langsung berita ibuku yang sekali cuap-cuap bisa sepanjang sungai amazon.     JJJ
Setelah stress menghadapi keluargaku yang kacau, aku harus stress juga dengan lingkungan sekolah baruku ini. Sekolahku yang dulu anak-anaknya tidak kaya dan sederhana, tapi yang sekarang, semua orang seperti pamer kekayaan. Kadang aku muak melihat mereka pamer sepatu sampai baju import yang mereka beli ketika sedang bergosip di kelas, khususnya anak perempuan. Kalau yang laki-laki mereka selalu membicarakan tentang seputar koleksi mainan import mereka. Ah… sudah otakku tidak pintar, ditambah tiap hari harus mendengar ocehan mereka tentang baju baru, sepatu baru dan koleksi parfum, sampai mainan baru mereka. Rasanya sekolah ini menambah penderitaan hidupku saja.
Di sekolah baruku, aku tidak memiliki banyak teman cewek karena aku memang sedikit tomboy. Meskipun begitu tapi aku masih memperhatikan kalau aku ini cewek yang harus tampil cantik setiap hari di sekolah. Aku suka sekali bermain basket bersama teman-teman laki-laki yang mungkin berbeda kelas denganku. Nilai lebihnya, aku suka basket.  Karena basket adalah pelajaran olahraga  yang paling aku sukai dan selalu memberikan nilai A di setiap ujianku. Selain pelajaran itu, kata Ibu, nilai-nilaiku yang lain seperti rumah kebakaran, penuh dengan warna merah dan selalu mendapat nilai buruk.
Tapi kalau Ayah, ia selalu membelaku. Ia selalu bilang, “Gak peduli betapa buruknya nilai kamu asal kamu naik kelas, mau rangking terakhir pun Ayah sudah cukup puas.”
Berdasarkan prinsip Ayah itulah aku menjadi pemalas kalau disuruh belajar. Di kelasku itu, aku juga paling benci dengan cewek norak bernama Agnes dan kawan-kawannya yang bermuka sok indo tapi berkelakuan barbar. Ia memilik dua teman yang aku rasa adalah kacung bayaran yang disewa untuk selalu berada  di samping dia. Yang satu bertubuh kurus tinggi bernama Fifi dan satu lagi bertubuh gempal  –yang kurasa sekali kupukul akan jatuh tanpa pernah terbangun lagi–  bernama Maria. Kami selalu bermasalah dan bermusuhan.
Itu semua dimulai ketika pertama kali kami sekelas. Ia selalu menganggap aku orang yang paling tidak bisa ditundukan.
Aku selalu berkata dalam hatiku untuk tidak pernah nurut dengan perintah orang lain, hingga suatu ketika…
‘Halo? Emangnya siapa loe? Memangnya putri presiden sampai gue harus nurut sama loe?’ kataku dalam hati saat dia secara tiba-tiba memintaku untuk menghapus papan tulis yang kotor.
“Gue ini kan ketua kelas loe!”
So what?” kataku menantang.
“Ok, kalau loe gak mau dengerin gue, mulai saat ini loe musuh gue!”
“Siapa takut?!” kataku.
Dan sejak saat itu aku tidak pernah banyak bicara lagi padanya. Aku asyik dengan duniaku yang banyak menghabiskan waktu di lapangan basket bila jam istirahat. Jauh dari kegiatan Agnes yang bila waktu istirahat, ia akan berlaga seperti model fashion show berjalan, pamer kenorakan barang-barang bermerek importnya dengan harapan menjadi pujaan laki-laki dan perempuan di sekolahku. Yang pasti, aku selalu menghindari kontak fisik dengannya dan aku rasa ia paling takut bila aku memukulnya walau ia harus mengeroyok aku dengan teman-temannya yang tidak membuatku takut sama sekali.
Pernah suatu ketika, saat aku menjadi sangat marah dan malu dengan diriku sendiri. Selama ini, teman-teman baruku tidak pernah tahu bagaimana kondisi latar belakang keluargaku. Sampai suatu saat, tanpa angin dan kabar apapun, Ibu dan kakakku datang menjemput aku saat pulang sekolah dengan mobil. Mereka menungguku di pintu gerbang saat bubaran sekolah, dengan wajah kakakku yang idiot itu –yang tampak sedang menghisap permen lollipopnya dan yang menjijikan adalah air liurnya berjatuhan ke kerah baju yang sudah dipasang sapu tangan terikat oleh ibuku– .
Tiba-tiba saja Ibu memanggilku, “Angel!”
Aku menoleh dan terkejut ketika mereka mendatangiku.
“Ibu ngapain kesini?”
“Ibu buru-buru habis pergi ke salon sama kakakmu, ini Ibu titip kakakmu dulu. Ibu harus pergi ke acara arisan dadakan, ini penting karena hari ini Ibu yang dapat uangnya.”
“Tapi kan bisa tunggu di rumah, Angel juga akan pulang kok.”
“Sudah jangan bawel, ini ajak kakakmu pulang, naik becak atau bajaj,” kata ibuku yang langsung pergi meninggalkan aku dan kakakku.
Disaat itulah, Agnes dan kawan-kawannya melihatku. Semua orang di sekolah itu melihat kakakku yang tiba-tiba tertarik melihat orang-orang bermain basket. Aku harus menarik tangan kakakku untuk pergi dari sekolahku.
“Adik, Kakak mau main basket…”
“Enggak. Pulang, cepet!” ujarku  sambil  menarik tangannya dengan paksa tapi kakakku masih bertahan.
“Pulang gak? Atau gue tinggal disini?” kataku kesal.
Kakakku malah merengek untuk bertahan seperti anak kecil yang kehilangan mainan.
“Adik jahat… Adik jahat…”
Karena kesal aku pun menariknya dengan paksa dan disaat itulah Agnes dan kawan-kawannya muncul.
“Oo… headlines news ini kalau di Metro TV,” ledek Agnes.
Aku tau, mereka pasti akan mempermalukan aku saat itu juga.
“Apa sih maksud loe?”
“Itu siapa loe? Adik, kakak atau… peliharaan loe?” kata Agnes yang disambut tawa oleh kedua temannya, Fifi dan Maria.
“Bukan urusan loe!” kataku sambil  buru-buru pergi dan terdengar teriakan mereka.
“Hallo anak cacat! Pantesan loe bego banget di kelas, secara kakaknya cacat. alhamduillah ya… sesuatu itu pasti ada sebabnya,” kata Agnes meniru gaya khas artis Syahrini yang sedang ngetop itu.
Tiba tiba kakakku yang marah langsung mengambil batu di jalan dan bermaksud melempar Agnes dan kawan-kawannya dengan batu. Aku terkejut dan menarik tangan kakakku.
“Ngapain sih? Udah deh pulang, loe udah bikin gue malu tau gak?!”
“Mereka jahat!” kata kakakku.  Aku merampas batu itu dari tangannnya.
Aku pun pergi dan berlalu meninggalkan mereka mendekati parkiran bajaj di depan gerbang yang berbaris rapi. Terdengar sayup-sayup suara Agnes dan kawan-kawan.
“Ih peliharaannya galak loh… takut…” seru Agnes dengan muka licik dan tawa menghina.
Sejak saat itu aku tahu bahwa aib dan rahasia yang aku tutupi dengan rapat kini telah terbuka. Agnes dan kawan-kawannya akan membuatku malu dengan cacatnya kakakku sebagai ejekan. Aku menjadi sangat benci dengan kakakku. Aku merasa malu memiliki kakak yang seperti ini ada di sampingku, berjalan bersamaku dengan gayanya yang idiot dan pandangan matanya yang selalu melihat sesuatu dengan aneh ditambah air liurnya yang belepotan membuatku jijik.
Sesampainya di rumah, aku membayar uang bajaj kemudian pergi meninggalkan kakakku lalu menutup pintu kamarku dan menangis.
Tuhan… aku tidak sanggup punya kakak seperti ini…
Sebenarnya apa sih arti kebahagiaan. Buat gua, kebahagian itu dilihat dari siapa saja yang ada di sekitar kita. Buat gua, kebahagiaan itu. Seharusnya dalam hidup gua, hanya ada orang-orang yang berarti. Tapi, sayangnya kebahagiaan yang gua miliki rasanya dikotorin oleh pikiran gua sendiri. Alkisah, gua punya keluarga lengkap, ayah, ibu dan seorang kakak laki-laki. Tapi kakak laki-laki gua ini sangat berbeda. Dia seperti penghalang kebahagiaan dalam hidup gua, bukan karena dia pinter ataupun bisa merebut kasih sayang orang tua gua. Tapi karena dia idiot. tapi dari dia, gua belajar akan satu hal, satu hal yang mengajarkan bahwa dialah malaikat dalam hidup gua yang berwujub manusia
Idiot dalam arti kata bego, cacat dan bikin malu gua sebagai adik. Ga ada yang bisa gua banggakan dari dia, umurnya uda 5 tahun lebih tua dari gua, tapi begonya seperti 10 tahun lebih mudah dari gua. Gua gak heran, nyokap sampai harus rela nunda kelahiran gua 5 tahun kemudian, hanya demi merawat dia. Dalam bahasa kedokteran, dia itu kena sindrom Down yang bikin otak dia itu bego. Ga penting apa penyakit yang dia bawa sejak lahir, seharusnya dia itu ga pernah ada aja, karena menurut gua, dia itu hanya bikin malu gua.
Sejak kecil, gua selalu bilang ke nyokap. Kalau mau jemput gua di sekolah, jangan pernah bawa Hendra ( nama kakak gua) atau gua ga kan akan pernah pulang bareng mereka. Nyokap tetap cuek aja bawa kakak gua itu. Akhirnya kalau mereka datang, gua kabur dari sekolah dan memilih pulang sekolah dengan jalan kaki.
Sampai di rumah, nyokap bakal marah sama gua dengan kata2 yang sama,
“ Angel, kamu ini ga tau berterima kasih, Mama sama kakak kamu sudah cape2 jemput kamu, kenapa malah kabur?”
“ Siapa bilang Angel kabur?”
“ Kakak kamu walau seperti ini, tapi dia itu gak akan lupa muka adiknya yang lari dari dia?”
Gua terdiam dan bisa bayangkan kalau kakak gua nunjuk2 tangannya saat gua berusaha lari dari mereka,
“ Siapa suruh bawa dia, Angel kan malu punya kakak bego kayak gitu.. angel sudah bilang jangan jemput kalau ada dia.. ” kata gua langsung lari ke kamar.
Gua, ga pernah mau mengerti? Apakah kalimat yang gua ucapin itu, bisa membuat kakak gua ngerti kalau gua ga suka sama dia. Tapi kalimat itu cukup bikin nyokap marah. Ga peduli ya.. yang penting. Gua gak mau diledekin teman-teman karena punya kakak idiot seperti dia.
***
Sebenarnya kakak gua, gak terlalu jahat dan bikin repot gua dalam kesehari-hariannya. Dia bisa makan sendiri, bisa mandi sendiri dan bisa main sendiri tanpa perlu ditemenin siapa-siapa. Kalau tiba-tiba dia muncul saat gua lagi asyik nonton tv, gua selalu suruh dia pergi, dengan wajah dia yang bego dan mukanya yang culun. Dia malah maksa ikut nonton sama gua. Karena kesel gua teriak.
“ Eh idiot pergi deh, gua males banget loe nonton sama gua.. sana pergi..”
“ Angel.. adik.. kenapa benci sama kakak..” kata dia sepatah-patah,
Gua terdiam.
Sebenarnya ga ada jawaban kenapa gua harus benci dia. Gua Cuma merasa, hidup gua ini ga seperti teman-teman gua yang lain. Punya kakak yang normal, bisa jadi pelindung gua. Jadi teman ngobrol gua. Tapi kakak gua.. rasanya mustahil.
Akhirnya gua mengalah dan pergi dari ruang tamu, membiarkan dia nonton tv sendiri.
Dulu, gua gak terlalu peduli dan gak pernah sebenci itu sama kakak gua, waktu kecil, gua sering main boneka sama dia, main lari-larian. Atau berbagi tv yang sama. Gua merasa semua baik-baik saja sama dia, sampai akhirnya ketika gua mulai remaja dan pindah ke sekolah menengah pertama (SMP), semua berubah. Awalnya teman-teman gak ada yang tau kalau kakak gua itu idiot, sampai akhirnya seiring waktu banyak yang melihat sendiri kakak gua ketika nyokap jemput gua sama dia, gua mulai merasa malu. Teman teman gua yang mulai tau, kalau gua punya kakak idiot, mulai suka ngomongin gua di belakang. Kalau ada soal pelajaran yang di depan kelas ketika gua harus maju untuk jawab saat disuruh pak guru, dan gua gagal. Ada suara teriakan yang bikin hati gua sakit.
“ pantes aja ga bisa, secara.. kakaknya aja idiot, apalagi adiknya..”
Mendengar itu, gua jadi kesel sendiri. Dan pulang ke rumah, kalau dulu kakak gua langsung ajak gua main boneka, kali ini boneka yang dia kasih ke gua, langsung gua lempar,
“ jangan main sama gua lagi,..”
“ Ke.. napa ?” Tanya kakak gua.
“ Gua malu punya kakak idiot kayak loe..”
Dia terdiam. Mungkin berpikir apa yang gua lakuin ke dia.tapi gua ga peduli. Jadi mulai saat itu setiap dia ajak gua main, gua akan marah dan gak mau.  Nyokap selalu suruh gua main sama dia dan gua malah nangis.
“ Mama, kenapa sih Angel punya kakak cacat kayak gitu, Angel kan malu di sekolah teman-teman pada ledekin angel.. idiot, bego-lah ini itu, angel malu ma..”
Mama malah nampar gua dan kakak gua ngeliat itu. Dia langsung tarik tangan mama gua.
“ dasar anak gak tau diri, berani-beraninya kamu ngomong gitu ke mama dan kakak kamu..”
“ salah apa Angel, salah kalau ngomong jujur kalau angel malu.. malu punya kakak kayak gitu.. cacat, bego, idiot…” kata gua sambil lari ke kamar.
nyokap hanya bisa peluk kakak gua, kakak gua yang mungkin cacat, dia pasti mengerti rauk wajah gua yang emosi dan marah. Nyokap hanya bisa nangis dan kakak gua belai rambut dia dengan perlahan seperti membelai kucing yang sering dia temukan di jalan.
***
Bokap gua, kerja di di pertambangan jadi gak pernah pulang kalau setahun sekali. Kalau pulang pun, dia lebih banyak habisin waktu sama kakak gua yang cacat, padahal gua juga anaknya, tapi kasih sayang ke gua Cuma sebatas ngasih duit dan cium di kening, beda sama kakak gua yang dianggap anak emas. Gua ga perlu iri dengan yang ini, yang penting gua dapat uang saku sebab gua tau, nyokap ga akan kasih duit ke gua kalau ga ada ember-ember mau temenin kakak yang idiot untuk main bersama.
Yang namanya remaja, pasti mulai merasakan jatuh cinta. Jadi, di sekolah seberang, ada anak ganteng yang gua suka banget namanya Aji. Gua sering ngeliat dia main basket bareng anak-anak cowok di sekolah gua di taman. Suatu ketika, gua sampai rela-rela jadi pembokat klub basket sekolah yang khusus bawain minum buat pemain basket Cuma untuk kenal sama dia. Gua gak jelek dan juga cantik, tapi gua yakin kalau cinta yang tulus pasti kelak akan terbalas.
Tanpa gua sadari, Aji sering liat gua jalan kaki pulang ke rumah, dia kan naik motor. Merasa kasihan atau emang suka sama gua, akhirnya dia nawarin tumpangan. Astaga, hati gua benar-benar berbunga-bunga banget ketika tawaran itu datang ke gua. Tapi gua tau, akan jadi masalah kalau sampai dia tau rumah gua dan ngeliat kakak gua yang cacat, dengan terpaksa gua suruh dia anterin gua jauh 100 meter dari rumah gua, sebab gua tau, kakak gua selalu sambut gua di depan rumah setiap gua mau pulang. Apa jadinya kalau dia tau gua punya kakak cacat, pasti dia ilfeel sama gua.
Tanpa terasa , gua semakin dekat sama dia. Impian gua untuk punya pacar seperti dia nyaris tercapai ketika dia undang gua ke ulang tahun dia sebagai tamu istemewa. Gua tentu harus kasih dia hadiah yang istemewa. Oleh karena itu, gua harus sogok nyokap gua dengan berpura-pura baik dan mau main sama kakak gua yang idiot itu sampai duit gua ke kumpul untuk kasih hadiah ke Aji. Diam-diam, gua pernah nanya ke dia, mau hadiah apa kalau nanti ultah.
“ apa aja dari kamu aku terima kok, walau hanya bunga di jalan..” ujar Aji yang bikin jantung gua nyaris copot karena romantis
Dari teman-teman dia, gua tau. Aji paling suka yang namanya helm sport. Tapi harganya mahal banget, dan gua tau, apapun yang gua lakukan sekaligus jadi baby sister kakak gua yang cacat, gak akan dapat beli itu helm. Terpaksa gua mikir hadiah lain untuk dia. Sambil nemenin kakak gua main, gua jadi baying-bayangin apa yang harus gua beli. Kakak gua yang merasa gua suka bengong lalu nanya.
“ Kok , main monopolinya lama , adik bengong ya..?” kata kakak gua yang walau idiot jago sekali itu duit.
“ mau tau aja, “ kata gua sambil melangkahkan langkah monopolinya.
Tiba-tiba gua jadi kepikiran, mungkin gak ya, kakak gua yang idiot ini punya duit untuk sumbang bantu gua beli helm.
“ Eh, kak, punya duit gak?” kata gua dan dia langsung nyodorin duit monopoli yang bikin gua BT.
“ Duit beneran tolol, bukan duit kayak gini, duit kayak gini gua juga banyak..”
“ buat.. apa?” Tanya dia kalau ngomong suka kepatah-patah khas orang tolol.
“ ada kagak..?” Tanya gua kesel.
Tiba-tiba dia hilang ke kamarnya dan balik lagi dengan toples yang berisi uang benaran.
“ ini.. untuk adik..”
“ sumpeh loe.. duit ini hasil tabungan loe selama ini, banyak bener..”
“ untuk adik.. kakak kasih..”
“ yakin..”
“ ia.. tapi temanin kakak beli permen di supermarket..”
“ Cuma itu doang syaratnya.. gampang banget. Capcus yukkk” kata gua sambil gandeng dia ke supermarket terdekat.
Akhirnya berkat kakak gua, gua bisa beli hadiah terindah untuk Aji. Rasanya bahagia sekali, tapi gua tau, aji ini pasti bakal undang banyak orang dalam ulang tahunnya. Jadi gua harus jadi special di hari itu, gua harus dandan yang cantik dan benar-benar terlihat hebat di pesta ulang tahun dia.
Sampailah tiba pada waktunya.
“ mau kemana Angel?:” Tanya nyokap gua sambil nonton tv sama kakak gua.
“ mau ke ulang tahun teman. “
“ kamu ada ambil duit kakak kamu ya?” Tanya nyokap.
“ kagak tuh, dia yang ngasih sendiri, Tanya aja sendiri sama dia..”
“ ooo. Pantesan duit tabungan dia habis,. Kamu tau gak, dia nabung duit itu buat beli kado ulang tahun kamu minggu depan.. “ kata nyokap yang langsung bikin gua sadar kalau minggu depan gua ulang tahun.
“ oo. Gitu, makasih deh, sama aja kan duitnya juga ke angel sekarang.”
“ mau ke ulang tahun dimana Angel..”
“ disamping sekolah itu, kafe hijau. Si kakak juga tau, kan sering minta beli es hijau disana..”
“ yauda, hati-hati..”
Dengan perasaan bebas merdeka tanpa larangan nyokap, akhirnya gua melangkah kaki seribu menuju ulang tahun Aji. Sampai disana, gua benar-benar ga salah tebak, banyak cewek2 yang diundang ke ulang tahun dia, termasuk Agnes, musuh bubuyutan gua di sekolah yang suka reseh.  Saat gua masuk ke dalam dia langsung negur gua.
“ eh adiknya si idiot, datang juga kesini.. ngapain? Gak bawa kakak loe kesini? “ kata dia dan gua diem aja.
Gua melihat Agnes uda bawa kado dan tiba-tiba teringat kalau kado gua ketinggalan di rumah.
“ kado dari gua istemewa loh, kado dari loe mana ngel? Jangan bilang loe datang Cuma mau numpang makan gratis.’
“ gak usah reseh deh u. gua punya kado, kado yang gak perlu gua kasih liat ke loe..”
“ oh ya.. Alhamdulillah ya..( berujar mirip arti syarini) masih tau diri juga..”
Agnes pergi ninggalin gua, dan gua merasa bodoh sekali ketinggalan kado untuk Aji, kalau balik lagi ke rumah pasti acara penting pemberian kue ulang tahun pertama dari Aji bakal kelewat. Gua gak akan rela kalau si Agnes yang dapat kue pertama. Gua pun berpikir memeras otak untuk membuat suasana jadi gak rusak.
Dirumah.
Kakak gua yang bodoh itu, tiba-tiba ngeliat hadiah kotak yang gak sengaja terletak di lantai, jadi kado itu ketinggalan saat gua lagi iket tali sepatu, dan langsung ninggalin begitu aja. Dia tau dan pasti inget kalau gua akan ke pesta ulang tahun yang tadi gua sebutin, dengan nekad dia bawa kado itu sendirian tanpa sepengetahuan nyokap gua yang lagi cuci piring di dapur. Walau bersusah payah mengingat jalan, akhirnya dia tiba juga di depan tempat kafe hijau sambil bawa kado di tangannya.
Ketika pesta berlangsung dan Aji mulai mau sebutin kue pertama dia, gua dan Agnes saling berpikir untuk mendapatkannya. Tapi tiba-tiba Aji menyebut nama gua, gua senang banget dan maju dengan muka kemenangan di depan Agnes yang sewot mampus.
“ aji maaf ya, kadonya ketinggalan nanti aku kasih besok pas di lapangan basket ya..”
“ iya gapapa, ini kue pertama special untuk kamu.”
Dan saat moment penting itu, kakak gua yang idiot muncul. Sambil berteriak.
“ adik.. adik.. adik… ini kadonya.. kadonya..”
Semua orang melihat ke kakak gua. Dan aji pun gitu. Muka gua langsung terkejut. Agnes mengunakan kesempatan itu sambil berkata.
“ wah, kakaknya si Angel datang tuh, si idiot.. akhirnya adik dan kakak idiot berkumpul hahahaha ”
Kakak gua yang marah kerena merasa Agnes meledek gua, langsung menyerang Agnes hingga mukanya jatuh ke depan kue ulang tahun dan terceplak di mukanya. Gua yang malu melihat kejadian itu langsung panic. Aji bertanya.
“ itu kakak loe..” gua bengong sambil tak bisa menjawab apa-apa
“ bukan.. dia bukan kakak gua..” kata gua lari keluar dari pesta dan merasa malu sekali, karena panic tanpa sadar sepeda motor melaju cepat dan menabrak gua sampai akhirnya gua terpentar tanpa bisa melihat apapun selain orang terakhir di atas bayangan mata gua adalah kakak gua yang berteriak-teriak
Adik.. adik..
***
Dua minggu kemudian, gua terbangun, terbangun dengan kondisi tanpa bisa mengerakan kaki dan tangan gua, tulang leher gua patah karena tabrakan itu. Nyokap sama bokap ada disamping gua. Tapi ada yang kurang lengkap dari kedua orang itu, yaitu kakak gua.
“ ma, aku dimana?” kata gua sambil merasakan mata yang sakit.
“ dirumah sakit.. kamu uda gak bangun sejak 5 hari lalu, kamu koma selama itu.”
Gua melihat sekeliling dan memang gua ada di rumah sakit dan beberapa alat kedokteran,. Tapi bukan itu yang gua mau lihat. Gua mau lihat kakak gua, gua merasa dalam tidur gua, selalu terbayang dia. Bayangan dimana mimpi saat masa kecil yang bahagia bermain sama dia, dia gendong gua, dia kasih makanan yang gua suka dan terakhir dia bilang dia sayang gua dengan terpatah-patah.
“ kakak mana?”
Nyokap menangis, dan bokap terdiam dengan berat hati berkata.
“ dia lagi dirawat di ruang sebelah ..”
“ loh dia sakit apa? Kok juga masuk rumah sakit?”
Gua bangkit dan bonyok membantu gua berjalan ke ruangan sebelah dan melihat kakak gua yang sedang tertidur sambil meluk boneka yang dulu sering dia kasih ke gua.. gua melihat kakak gua dengan keprihatinan dan matanya kedua tertutup dengan perban,
“ kakakmu memberikan kedua matanya untuk kamu, ketika kecelakaan kamu terjatuh dan kedua matamu rusak karena cairan laksa yang dibawa motor itu terkena mata kamu.”
“ astaga. Jadi kakak ga bisa ngelihat lagi dong..”
Gua menangis saat mendengar kalimat itu.
“ bukan Cuma itu, ada pendarahan yang terjadi setelah operasi dan kakak kamu jadi kritis gini.”
Gua meraih tangan kakak gua, sambil berkata.
“ kakak, bangun, maafin Angel.. kakak, bangun. Angel janji setelah kakak sembuh, angel akan sayang sama kakak lagi.. angel mohon..”
Tangan kakak gua bergerak dan berkata dengan seperti biasanya.
“ adik.. adik.. kakak sayang kamu.. selamat ulang tahun” kata kakak gua untuk ucapaan terakhir dia
Dan kalimat itulah terakhir yang gua dengar dari dia. Dia telah pergi untuk selamanya, selamanya untuk membuat gua tetap hidup dengan kado kedua matanya untuk gua. dokter sempat menolak untuk memberikan matanya ke gua, tapi kakak gua ngotot. dia merasa tidak boleh ada orang lain yang cacat yang sama di keluarga ini selain dia, mama juga nolak, tapi kakak gua marah dan gak mau makan sampai dia bisa kasih kedua matanya untuk gua. akhirnya mama luluh, dia ikhlas, dan opearasi ke gua berhasil tapi kakak gua alami pendarahan dan akhirnya kritis dan pergi untuk selamanya.  Selamanya untuk membuat gua merasa tak perlu merasa malu memiliki kakak seperti dia. Dia bukan hanya seorang kakak yang bertahan atas penderitaan yang dia miliki sebagai anak yang lahir dengan kerterbatasannya, tapia dia adalah seorang kakak berhati malaikat yang tanpa pernah berhenti mencintai gua sebagai adiknya.
Tanpa pernah merasa sakit hati oleh kalimat kalimat yang terkadang lebih menusuk daripada gua memukulnya dengan keras.
Kakak, karena dirimu lah kini aku sadar,
Aku tidak terlahir untuk sempurna tanpamu, walau dunia ini mungkin tidak pernah adil untuk kehidupanmu saat ini, apapun yang kamu lakukan atas dasar yang kau pikirkan, kaulah tetap kakakku yang terbaik, terbaik yang ingin pernah kusampaikan kepada dunia.
Bahwa hanya ada satu kesempatan untukku bersamamu dalam hidup ini yaitu saat saat kau hidup bersamaku.
selamat jalan kakak tercintaku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar